Saturday, April 24, 2010

PEMIMPIN IDEAL

Masalah bangsa ini cukup kompeks, mulai dari maraknya korupsi para pejabat publik, buruknya system hukum, kemiskinan, rendahnya SDM, perampokan sumber daya alam oleh pihak asing, ditambah lagi kerusakan lingkungan yang parah akibat pengolahan sumber daya alam yang tidak bijak. Lalu marilah berfikir sejenak, apa yang bisa diharapkan dari sebuah bangsa yang rendah kualitas SDM dan SDA nya?
Tidak Ada! Tidak ada yang bisa diharapkan selain terus menjadi “tempat pembuangan” dari sampah peradaban bangsa lain. Kecuali bangsa ini berani melakukan perubahan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mulai memperbaiki kerusakan lingkungannya.

Mengapa semua itu bisa terjadi? 



Krisis kepemimpinan, mungkin salah satunya karena pembuat kebijakan di Negara ini. Menteri Dalam Negeri Mardiyanto mengatakan terdapat 72 kepala daerah tersangkut kasus korupsi. Para kepala daerah itu yakni 7 orang gubernur, 3 wakil gubernur, dan 62 bupati/wali kota. Sementara 127 kepala daerah telah diizinkan diperiksa terkait kasus korupsi. Para pemimpin daerah juga ikut bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan oleh para pengusaha yang hanya mengeruk kekayaan alam tanpa mau berusaha memperbaharui dengan penyelenggaraan izin usaha pernanfaatan hasil hutan produksi yang didelegasikan kepada daerah sebagai konsekwensi desentralisasi.

Lalu, dari manakah perubahan besar itu bisa dilakukan?

Kembali lagi kepada pemimpin, para pembuat kebijakan yang menentukan kemana arah gerak sebuah negara, pun jika ditentukan oleh pemimpin tentu saja bukan pemimpin sembarangan, “pemimpin ideal” adalah jawabannya.

Sekarang permasalahannya bagaimana karakteristik pemimpin ideal tersebut?

Penulis menawarkan beberapa karateristik pemimpin ideal yang penulis adopsi dari beberapa sumber, diantaranya :

1.    Pemimpin ideal adalah seorang yang mempunyai banyak impian.
Seorang pemimpin ideal mempunyai banyak impian dan cita-cita yang harus ia raih. Ia yakin bahwa dirinya mampu menggapai cita-cita tersebut. Jika seorang pemimpin tidak berani bermimpi, bagaimana pula ia berani meraih sesuatu yang lebih besar?.
Impian disini seperti Visi dan Misi, tetapi impian lebih bersifat konkret karena ia tahu dengan pasti apa yang akan ia raih.
Seperti dalam slide motivasi yang penulis baca “Tulislah 100 target anda di atas kertas, hingga suatu hari nanti, yang anda lihat dari 100 target itu hanyalah coretan, coretan karena anda telah mencapainya!”

2.    Berani membuat langkah untuk meraih mimpi tersebut.
Pemimpin adalah risk taker, seorang pemimpin harus berani mengambil resiko. Berani mengambil resiko, karena dalam setiap resiko pasti terdapat peluang yang tersembunyi, itulah mengapa resiko dan peluang ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan.
Seorang pemimpin hanya akan menjadi seorang pemimpi jika ia tidak melakukan sesuatu terhadap mimpi-mimpinya. Maka pemimpin ideal harus berani dan yakin dalam mengambil langkah untuk menggapai mimpinya. Masalahnya sekarang, bagaimana seorang pemimpin memanage dampak terhadap resiko yang mungkin terjadi. Bukan masalah berapa kali kita jatuh, tetapi berapa kali kita bagkit!.
“Kalau kita memulai langkah dengan rasa takut, maka sebenarnya kita tidak pernah melangkah” (A.H. Nayyar, Ph.d. Presiden Pakistan Peace Coalition)

3.    Pemimpin ideal mengetahui siapa yang ia pimpin.
Hal yang sangat fatal bila seorang pemimpin bahkan tidak tahu siapa yang sedang ia pimpin. Bukan hanya sebatas siapa, pemimpin ideal harus mengetahui secara pasti karakteristik yang ia pimpin, dengan menggunakan prinsip 5W 1H (apa, siapa, dimana, kapan, untuk siapa, dan bagaimana)
Selain untuk memaksimalkan potensi yang ada dan terkandung dalam suatu wilayah dan atau masyarakat, hal ini dimaksudkan agar setiap kebijakan yang diterapkan mengena sasaran, efektif dan efisien. Nonsense bila ada yang mengatakan bahwa setiap kebijakan public tidak mungkin berjalan secara efektif dan efisien. Yang perlu dilakukan pemerintah adalah mengenali masyarakatnya. Dengan bekal tersebut ia membuat strategi agar apa yang pemerintah harapkan dari sebuah kebijakan bisa tercapai.
Mungkin itulah salah satu sebab mengapa pemimpin suatu daerah disarankan penduduk asli, bukan hanya penduduk asli tetapi lebih kepada orang yang lama tinggal dan berinteraksi secara aktif dengan masyarakat setempat, harapannya ialah calon pemimpin itu mengetahui karakteristik dan masalah yang dihadapi oleh rakyat.

4.    Pemimpin ideal harus berpihak (pro-rakyat).
Pemerintahan demokrasi adalah pemerintahan yang dilaksanakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Tujuan akhirnya adalah untuk kesejahteraan rakyat, pemerintahan dikatakan berhasil bila rakyatnya sejahtera.
Lihatlah kondisi sekarang, biaya tak terkira yang dikeluarkan pemerintah untuk penyelenggaraan pemilu dari Sabang sampai Merauke, dari ujung barat pulau Sumatra sampai ujung timur pulau Papua sebagai konsekwensi pemerintahan yang demokratis tidak sejalan dengan pembangunan atau peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sebagai bukti konkret, tindak kejahatan yang terus meningkat dari tahun ke tahun di provinsi Yogyakarta, bahkan mungkin peningkatan tindak kejahatan tidak hanya terjadi di Yogyakarta tetapi terjadi di semua provinsi di Indonesia, sebagai cermin dari kurangnya kesejahteraan dan perhatian pemerintah terhadap rakyat.

5.    Pemimpin ideal seorang yang mempunyai kapasitas memimpin.
Ada sebuah hadits rasul yang mengatakan barang siapa menyerahkan suatu urusan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya. Sangat masuk akal ketika seseorang pemimpin memegang tanggung jawab kemudian ia tidak mempunyai kemampuan atau kapasitas untuk memikul amanah dan tanggung jawab tersebut, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi.
Akhir-akhir ini banyak fenomena artis yang mencalonkan diri menjadi kepala daerah ataupun wakil rakyat, memang setiap warga Negara berhak memilih dan dipilih dan tidak ada undang undang yang melarang seorang artis mencalonkan diri. Tetapi sebagai mahasiswa tentu kita harus mengkritisi apakah mereka layak dan  mempunyai kapasitas untuk itu?

Mungkin masalah-masalah yang telah disebutkan di atas merupakan kesalahan pemimpin tetapi lihatlah lebih dalam, siapa yang memilih pemimpin tersebut? Jika ditarik garis tanggung jawab, siapa yang paling pantas disalahkan? Pemimpin yang tidak pro-rakyat atau rakyat yang memilih pemimpin tersebut?
Sadarlah bahwa demokrasi membutuhkan partisipasi masyarakat. Sebagai kalangan terpelajar sudah waktunya kita ikut proaktif menentukan penentu kebijakan lima tahun yang akan datang, apakah kita rela menerima pemimpin yang dipilih orang orang pragmatis yang hanya melihat dari satu sisi dan politik pencitraan yang dibangun oleh calon kandidat, orang tua yang mungkin tamat SD pun tidak, atau orang orang yang suaranya bisa dibeli dengan hanya beberapa bungkus mie instan? Sosialisasi dan penddikan politik bagi masyarakat adalah jawaban mendasar dari itu semua, apa yang bisa kita lakukan maka lakukanlah!

Berfikirlah karena dengan itu kita dihargai, kemudian bertindaklah karena hanya dengan itu kita ikut menentukan masa depan!

Adi_Putra
Adm. Negara ‘08


Referensi :
Zero to Hero karya Solikhin Abu Izzudin
http://www.antikorupsi.org
http://www.komisiyudisial.go.id


0 komentar:

Post a Comment